Keturunan Leluhur Kerajaan Sumedang Larang, Tolak Keras Revitalisasi Komplek Srimanganti

0
198

Sumedang, bewarajanar.com – Keturunan Leluhur Kerajaan Sumedang Larang, Menolak Keras Rencana Revitalisasi Kompleks Srimanganti.

Lembaga Kerajaan Sumedang Larang lahir dan dibentuk oleh seluruh para ahli waris Kerajaan Sumedang Larang, dengan tujuan untuk mengelola seluruh aset dan wakaf yang diatasnamakan pemberi wakaf Pangeran Aria Soeria Atmadja (PASA). Hasilnya untuk kemaslahatan para ahli waris seluruh masyarakat Sumedang yang bersinergi dengan Pemerintah Kabupaten Sumedang.

Demikian dikatakan juru bicara Yayasan Pangeran Sumedang yang juga Ketua Puser Rukun Wargi Sumedang R. Danni Ramdhani Soeriakoesoemah, dalam siaran pers tertulisnya dilansir bewarajabar.com dari laman Djabarpos.com, Jumat (19/2/2021).

Salah satu dari lembaga kerajaan itu, lanjut Danni, adalah Rukun Wargi Sumedang yang berdiri pada Tahun 1955 berdasarkan hasil keputusan Negara melalui Pengadilan Negeri Sumedang, yakni ; Catatan Perdamaian Nomor 29/1953 Pengadilan Negeri Sumedang Tertanggal 26 Maret Tahun 1955 oleh Pengadilan Negeri Sumedang yang akhirnya membekukkan atau melikuidasi kegiatan YAPASA dan menjadi dasar Pendirian YPS, Mengingat Pemaspahan dan Penerimaan Pengadilan Negeri Sumedang tertanggal 17 Mei 1955.

Salah satu kutipannya; “Agar supaya terlaksananya persatuan keluarga Sumedang, maka hendaklah diusahakan dengan sungguh-sungguh selekas mungkin berdirinya dan berkerjanya suatu perhimpunan Keluarga Keturunan para leluhur Sumedang, Pengelola wakaf Pangeran Aria Soeria Atmadja dan Pusaka Titinggal Sepuh dari Tahun 1955 sampai dengan saat ini dikelola oleh Yayasan Pangeran Sumedang (YPS).

Perkumpulan Turunan Leluhur Pangeran Sumedang dari mulai Tahun 1956 sampai dengan saat ini adalah Rukun Wargi Sumedang (RWS), dan Majelis Tinggi Kerajaan Sumedang Larang (MTKSL) adalah Tatanan Induk Turunan Leluhur Sumedang.

Sementara, Yayasan Nazhir Wakaf Pangeran Sumedang (YNWPS) menurut pengakuan dan penjelasan Luky berdiri pada Tahun 2017, dibuat atau dibentuk oleh seluruh keturunan Pangeran Sumedang. YNWPS dan YPS dilahirkan oleh kelompok yang berbeda atau analoginya seorang anak yang dilahirkan oleh dua rahim yang berbeda.

“YNPWS hanya mengakui dan ingin pengakuan dari pihak YPS. Karena menurut hukum tidak pernah suatu peristiwa hukum peleburan/likuidasi/peralihan pengelolaan aset-aset wakaf dari YPS kepada YNWPS”, katanya.

Lebih jauh Danni mengatakan, semua tindakan YNWPS yang mengaku sebagai satu-satunya yayasan yang berhak atas seluruh aset dan wakaf membuktikan kejahatannya dan tidak menghargai hukum yang melekat pada YPS, yang didalamnya sangat dijelaskan tidak ada peralihan hak pengelolaan. YNWPS itu tidak mempunyai dasar hukum hak mengelola aset dan wakaf.

Artinya, seluruh pengelolaan aset dan wakaf oleh Luky dengan YNWPS yang berdiri pada tahun 2017 itu, didapat dari hasil kejahatan pidananya dengan cara memindahkan atau mengalihkan sebagian aset dan wakaf dari YPS ke YNPWS, tanpa ijin dan koordinasi dengan Ketua Pembina YPS, Ketua YPS, Pini Sepuh dan para ahli waris Wargi Keturunan Pangeran Sumedang, yang menimbulkan dampak kerugian yang besar selain dari pendapatan atau hasil pengelolaan juga menimbulkan perpecahan dalam keluarga besar, ungkapnya.

Akibat lain dari perbuatan Luky, selain kerugian materil dan imateril bagi YPS dan seluruh para ahli waris, serta masyarakat Sumedang dan Pemerintah Kabupaten Sumedang adalah kesesatan informasi hukum bagi masyarakat.

Bukti lain perbuatan Luky yang secara terang-terangan melawan hukum adalah dengan cara melakukan kebohongan publik di media sosial melalui www.facebook.com yang dikeluarkan oleh Diskominfosanditik. Sumedang tentang Bupati Sumedang Dr. H. Dony Munir , ST.MM menerima kunjungan dari The Lodge Group, pada hari Rabu, Tanggal 3 Februari 2021, di Gedung Negara Kabupaten Sumedang.

Disebutkan, kunjungan Heni Smith sebagai Founder dan CEO The Lodge itu terkait dengan rencana pembangunan museum tahap awal, yaitu pembangunan taman dan cafe di Museum Prabu Geusan Ulun yang pembangunannya akan dimulai dalam tempo dua minggu.

Masih menurut Danni, untuk Rencana Revitalisai Komplek Srimanganti dan Penataan Kawasan Museum Prabu Geusan Ulun Sumedang yang diusulkan oleh YAYASAN NADHIR WAKAF PANGERAN SUMEDANG, dengan mengubahnya menjadi sejenis Cafe/Resto melalui kerjasama dengan pihak The Lodge, seperti yang di posting oleh Luky Soemawilaga diawal Februari 2021, MTKSL (Majelis Tinggi Kerajaan Sumedang Larang), RWS (Rukun Wargi Sumedang), YPS (Yayasan Pangeran Sumedang) menolak tegas.

“Apapun segala macam kegiatan berkaitan dengan lingkungan Srimanganti, termasuk merevitalisasi Museum Prabu Geusan Ulun Sumedang yang merupakan peninggalan dari leluhur kami. Seharusnya di koordinasikan melalui lembaga lembaga Kawargian Kerajaan Sumedang Larang. Keberadaan caffe didalam lingkungan sakral (Cagar Budaya), sangat tidak lazim dan tidak sesuai dengan etika moral serta penghinaan terhadap leluhur kami dan Keluarga Besar Rukun Wargi sebagai Keturunan Kerajaan Sumedang Larang.

Pembangunan Caffe di Museum Geusan Ulun Sumedang, selain tidak jelas manfaat dan tujuannya dan hanya sebagai “Proyek” untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu saja”, tandasnya.

Diingatkan oleh Danni, ketiga bangunan yang berada di kawasan Kompleks Srimanganti itu telah tercatat sebagai Cagar Budaya dan terdaftar atas nama YAYASAN PANGERAN SUMEDANG, serta diwariskan kepada semua Wargi Keturunan Sumedang. Mengubah kawasan tersebut menjadi cafe/Resto akan mengurangi bahkan menghilangkan aura dan keagungannya sebagai cagar budaya.

Dalam UU No 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda Cagar Budaya, bangunan Cagar Budaya, struktur Cagar Budaya, situs Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan dan tertera juga pada pasal 5 UU No 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, dimana cagar budaya harus memenuhi kritera ; 1. Berusia 50 (lima Puluh )Tahun atau lebih, 2. Mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun 3. Memiliki arti Khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan ,agama dan/atau kebudayaan; dan 4. Memiliki nilai budaya dan penguatan kepribadian bangsa.

Dan Pasal 53 mengenai pelestarian cagar budaya sebagai berikut; 1. Pelestarian cagar budaya dilakukan berdasarkan hasil studi kelayakan yang dapat dipertanggunjawabkan secara akademis, teknis, dan administratif, 2. Kegiatan pelestarian cagar budaya harus dilaksanakan atau dikoordinasikan oleh tenaga ahli pelestarian dengan memperhatikan etika pelestarian, 3. Tata cara Pelestarian Cagar Budaya harus mempertimbangkan kemungkinan dilakukannya pengembalian kondisi awal seperti sebelum kegiatan pelestarian, 4. Pelestarian cagar budaya harus didukung oleh kegiatan pendokumentasian sebelum dilakukan kegiatan yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan.

“Semua itu tidak dilakukan oleh Luky dan YNWPS. Mereka telah melakukan perbuatan melawan hukum dan tidak memahami tentang cagar budaya”, kata Danni.

Selain itu, Luky juga telah melanggar PP 66 Tahun 2015 tentang Museum Pasal 41, mengenai Pemanfaatan yang menyebutkan pengelola museum dapat memanfaatkan untuk kepentingan sosial, pengetahuan dan teknologi, kebudayaan, dan atau pariwisata.

Pemanfaatan museum sebagaimana pada ayat 1 dapat dilakukan terhadap koleksi, gedung dan atau lingkungan. pemanfaatan museum itu dan dapat dilakukan untuk tujuan pendidikan, pengembangan bakat dan minat, pengembangan kreativitas dan inovasi, serta kesenangan berdasarkan ijin kepala museum.

Pengelola museum, setiap orang dan atau masyarakat hukum adat yang memanfaatkan koleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilarang untuk memfungsikan kembali koleksi sebagaimana fungsi aslinya.

Pemanfaatan koleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan (4) tetap mengutamakan pelestarian.
Kesimpulannya, lingkungan Srimanganti termasuk museum Prabu Geusan Ulun adalah Cagar Budaya yang keberadaannya tidak dapat dialihfungsikan menjadi foodcourt atau cafe yang berorientasi kepada nilai komersial yang akan mengurangi kesakralan dan marwah museum, kata Danni.

“YNWPS, Pemkab Sumedang dan Luky yang selama ini mengaku sebagai pengelola belum pernah melakukan pelestarian terhadap cagar budaya, khususnya lingkungan Srimanganti. Buktinya, lingkungan Srimanganti tidak terpelihara, kumuh, benda-benda pusaka yang ada tidak dipelihara dan dirawat dengan baik sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh peraturan pemerintah mengenai museum”, tambah Danni.

” Demi menghormati dan menjaga amanah para leluhur, pihaknya sebagai Wargi Keturunan Sumedang yang notabene adalah pemilik dan pengelola kawasan itu, menuntut agar Luky menghentikan semua bentuk kegiatan dan rencana kerjasamanya dengan pihak The Logde,” pungkas Danni.**

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here